TIMES FAK FAK, MALANG – Matahari pagi menyinari hamparan kebun di wilayah Dau, Kabupaten Malang, tempat di mana ratusan petani dengan telaten merawat pohon jeruk mereka.
Wilayah ini dikenal sebagai sentra penghasil jeruk unggulan di Jawa Timur dengan varietas seperti Siem Madu, Keprok 55 dan jeruk Baby yang memiliki cita rasa khas.
Namun, di balik manisnya hasil panen, ada perjuangan panjang petani dalam menjaga kualitas dan menghadapi dinamika pasar yang terus berubah.
Proses Panjang Budidaya
Proses budidaya jeruk di Dau dilakukan dengan sistem perawatan yang disiplin. Dari mulai bibit hingga menjadi buah, membutuhkan waktu kurang lebih 1,5 tahun.
Salah satu pemilik kebun jeruk di Dau (FOTO: Claresta Faustina Fedora /TIMES Indonesia)
Selama periode ini, setiap sepekan sekali, tanaman disemprot untuk mencegah serangan hama dan penyakit. Sementara pemupukan dilakukan setiap tiga bulan sekali menggunakan pupuk pertipos dan blower.
Teknik ini diterapkan agar jeruk dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah berkualitas.
Seperti Jeruk Siem Madu, misalnya, memiliki kulit tipis dan rasa manis yang tak terlalu asam sehingga diminati banyak konsumen. Sementara Jeruk Keprok 55 berukuran lebih besar dan berasa lebih asam. Ada juga Jeruk Baby yang biasa dipasarkan dalam bentuk iris karena memiliki tekstur segar yang khas.
Meski dikenal sebagai daerah penghasil jeruk unggulan, petani di Dau tetap menghadapi tantangan dalam budidaya mereka. Salah satu hambatan utama adalah serangan hama dan penyakit yang bisa menurunkan kualitas hasil panen.
Saat tanaman mulai berbunga hingga menghasilkan buah kecil, penyakit seperti necker kerap muncul. Untuk mengatasinya, petani menggunakan pupuk daun serta cairan khusus seperti Prometin dan bubuk aura.
Setelah buah membesar, ancaman lalat buah menjadi perhatian utama, sehingga penyemprotan rutin setiap minggu tetap dilakukan guna menjaga hasil panen tetap optimal.
Sistem Pemasaran
Sistem pemasaran jeruk di Dau dilakukan dengan sistem berbeda, di mana petani tidak langsung menjual produknya ke pasar, melainkan bekerja sama dengan juragan atau pengepul yang datang langsung ke kebun saat masa panen tiba.
Suasana kebun jeruk yang sejuk dan segar (FOTO: Claresta Faustina Fedora /TIMES Indonesia)
Harga jeruk yang ditawarkan pun bervariasi tergantung musim dan permintaan pasar.
Untuk pasar lokal, jeruk dijual seharga Rp12.000 hingga Rp15.000 per kilogram, sementara jika dikirim ke luar daerah, harganya bisa mencapai Rp20.000 per kilogram. Sistem penjualan ini dinilai lebih praktis.
"Petani tidak perlu repot memasarkan hasil panennya secara langsung ke luar daerah," ujar Pak To, salah satu pemilik kebun jeruk Dau.
Meskipun sebagian besar petani jeruk di Dau Kabupaten Malang mengelola sendiri kebunnya, ada juga yang memperkerjakan tenaga tambahan untuk membantu perawatan dan panen. Hal ini tidak hanya menguntungkan petani secara ekonomi, tetapi juga membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Menyusuri Sejuknya Kawasan Budidaya Jeruk di Dau Kabupaten Malang
Pewarta | : Claresta Faustina Fedora (Magang MBKM) |
Editor | : Ronny Wicaksono |