TIMES FAK FAK, JAKARTA – Hari ini, 7 November diperingati sebagai Hari Wayang Nasional. Wayang kulit salah satu warisan budaya Nusantara yang telah diakui oleh The United Nations Educational,Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) sebagai Masterpiece of Oral and Intagible Heritage of Humanity atau karya kebudayaan yang mengagumkan di bidang cerita narasi dan warisan budaya yang indah dan berharga.
Sayangnya kesenian wayang ini sudah mulai pudar. Tak banyak generasi muda yang mau bekajar menjadi dalang, atau orang yang memainkan wayang.
Bahkan sejarah wayang juga nggak banyak yang tahu. Yuk kenali wayang yang merupakan bagian dari warisan budaya bangsa.
Jika mendengar kata wayang, pasti yang terbersit dalam benak kita adalah Jawa. Ya, selain memang dikenal sebagai pertunjukan hiburan di Pulau Jawa, kata wayang sendiri berasal dari bahasa Jawa yang artinya bayangan atau gambar berbayang.
Wayang adalah gambar karakter yang dimainkan di balik bentangan kain yang diberi pencahayaan, sehingga menimbulkan bayangan.
Zaman dulu, gambar wayang menggunakan bahan baku kulit hewan, biasanya sapi atau kerbau. Selain awet, bahan kulit ini juga jauh lebih berharga. Maka makin populer disebut wayang kulit.
Banyak sekali teori tentag asal muasal wayang kulit, ada yang yakin wayang berasal dari Bali, ada juga dari Jawa. Bahkan ada pula yang menyebut wayang berasal dari India.
Hal itu berdasarkan cerita dalam pewayangan yang banyak mengangkat kisah Mahabarata dari India.
Mpu Kanwa lewat Kitab Arjunawiwaha menyebutkan bahwa wayang kulit sudah ada sejak abad ke-11. Sebelumnya wayang sudah ada, tapi terbuat dari lontar.
Berdasar karya sastra Kakawin yang ditulis menggunakan bahasa Jawa kuno menyebut wayang kulit sudah digunakan di Jawa Timur tepatnya sejak pemerintahan Raja Kahurioan (976-1012) Prabu Airlangga.
Ada ratusan tokoh dalam wayang kulit yang dibagi berdasarkan golongan, yakni golongan dewa, pendetan, ksatria, patih, raja, keputren, abdi dan raksasa (butho). Gambar setiap karakter berbeda-beda dan mengekspresikan watak manusia.
Dalam perkembangannya wayang yang awalnya hiburan dengan cerita latar agama Hindu dan Budha kemudian dijadikan sarana dakwah saat perkembangan Islam di Jawa.
Sunan Kalijaga salah satu ulama dari Wali Songo menganggap wayang kulit menjadi media dakwah yang paling efektif. Sebab di masa itu penduduk Jawa yang sangat lekat dengan tradisi dan budaya. Sunan Kalijaga memodifikasi alur cerita dengan memasukkan nilai-nilai agama Islam.
Bahkan ia juga menambahkan karakter Punokawan yang terbukti menarik perhatian penonton. Punokawan adalah sekelompok kawan yang bernama Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Keempat karakter ini merupakan perwujudan sifat dan watak manusia seperti karsa, cipta, karya, rasa dan budi pekerti.
Wayang kulit tak hanya di Jawa saja, namun ada juga wayang kulit Sunda, Bali dan Lombok. Semua bentuk gambarnya disesuaikan dengan budaya lokal.
Wayang kulit biasa dipentaskan pada acara-acara istimewa. Seperti Tahun Baru, pernikahan, atau acara sakral lainnya.
Pada pementasan wayang kulit, dilengkapi dengan seperangkat gamelan dan penyanyi yang disebut sinden. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Hari Wayang Nasional, Yuk Mengenal Wayang Kulit yang Asli Indonesia
Pewarta | : Dhina Chahyanti |
Editor | : Dhina Chahyanti |